Penulis: Syaikh Shalih bin ‘Abdul Aziz Alu
Syaikh hafizhohulloh
Diterjemahkan dari Penjelasan Hadits Arba’in No. 41 Oleh: Abu Fatah Amrulloh
Murojaah: Ustadz Abu Ukasyah Aris Munandar
Diterjemahkan dari Penjelasan Hadits Arba’in No. 41 Oleh: Abu Fatah Amrulloh
Murojaah: Ustadz Abu Ukasyah Aris Munandar
Dari Abu Muhammad Abdulloh bin Amr bin
Al-Ash rodhiallohu ‘anhuma beliau berkata: Rosululloh shalallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda, “Tidak beriman salah seorang di antara kalian sampai hawa
nafsunya mengikuti apa yang aku bawa” (hadits hasan sahih yang kami riwayatkan
dari Kitabul Hujjah dengan sanad yang sahih)
Penjelasan:
Hadits ini adalah hadits yang terkenal dan hadits ini terdapat dalam Kitab At-Tauhid. Rosululloh shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak beriman salah seorang di antara kalian sampai hawa nafsunya mengikuti apa yang aku bawa”. Hadits ini berderajat hasan sebagaimana yang dihasankan Imam Nawawi di sini. Bahkan beliau berkata ini adalah hadits yang hasan shahih.
Hadits ini dikatakan sebagai hadits hasan
karena hadits ini sesuai dengan makna ayat Al Quran yaitu:
Maka demi Tuhanmu, mereka (pada
hakikatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim dalam perkara yang
mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka
terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya. (QS
An Nisaa: 65)
Menganggap sebuah hadits memiliki derajat
hasan karena memiliki makna yang sesuai dengan ayat Al Quran adalah mazhab yang
dianut oleh banyak ulama terdahulu seperti Ibnu Jarir Ath Thobari dan sebagian
ulama dan imam ahli hadits.
Perkataan nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam
pada hadits ini: “Tidak beriman salah seorang di antara kalian sampai hawa
nafsunya mengikuti apa yang aku bawa” memiliki makna bahwa keimanan yang
sempurna tidak akan terwujud sampai hawa nafsu dan harapan seseorang mengikuti
apa yang dibawa oleh Al Musthofa (nabi Muhammad) shalallahu ‘alaihi wa salam.
Hal ini juga bermakna bahwa seseorang wajib mendahulukan kehendak Rosululloh
shalallahu ‘alaihi wa sallam dibandingkan dengan kehendaknya serta mendahulukan
syariat Rosululloh shalallahu ‘alaihi sallam dari pada hawa nafsunya. Jika
terdapat pertentangan antara harapannya dengan sunnah, maka dia akan
mendahulukan sunnah. Hal ini telah dijelaskan pada banyak ayat Al Quran dan
hadits, seperti firman Alloh jalla wa ‘ala:
Katakanlah: “Jika bapak-bapak , anak-anak
, saudara-saudara, istri-istri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu
usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang
kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan Rasul-Nya dan dari berjihad
di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya.” (QS At
Taubah: 24)
Maka seseorang wajib untuk lebih mencintai
Alloh dan Rosul-Nya dibandingkan selain keduanya. Jika seseorang sudah berbuat
demikian, maka hawa nafsunya sudah mengikuti apa yang dibawa oleh Al Musthofa
shalallahu ‘alaihi wa sallam.
Maka makna perkataan Rosululloh shalalahu ‘alaihi wa sallam:
“Tidak beriman salah seorang di antara kalian” adalah meniadakan
kesempurnaan keimanan yang wajib. Makna ini adalah makna zhohir yang sesuai
dengan kaidah yang telah kita pelajari sebelumnya. Pembicaraan tentang hal ini
secara lebih lengkap terdapat dalam penjelasan Kitab At Tauhid.
Sumber: http://muslim.or.id/?p=443