Mukaddimah
Selama ini barangkali banyak di antara kita yang masih beranggapan bahwa tidur setelah ‘Ashar tidak dibolehkan dengan berpegang kepada hadits ini.
Nah, benarkah demikian? Apakah hadits tersebut dapat dipertanggungjawabkan? Berikut penjelasannya!
Selama ini barangkali banyak di antara kita yang masih beranggapan bahwa tidur setelah ‘Ashar tidak dibolehkan dengan berpegang kepada hadits ini.
Nah, benarkah demikian? Apakah hadits tersebut dapat dipertanggungjawabkan? Berikut penjelasannya!
Naskah Hadits
مَنْ ناَمَ بَعْدَ اْلعَصْرِ فَاخْتُلِسَ عَقْلُهُ فَلاَ
يَلُوْمَنَّ إِلاَّ نَفْسَهُ
“Barangsiapa yang tidur setelah ‘Ashar, lalu akalnya
dicuri (hilang ingatan), maka janganlah sekali-sekali ia mencela selain dirinya
sendiri.”
Kualitas Hadits
Hadits ini DHA’IF (LEMAH).
Takhrij Hadits
Hadits ini dikeluarkan oleh Ibnu Hibban di dalam kitabnya adh-Dhu’afaa’ Wa al-Majruuhiin (I:283) melalui jalur Khalid bin al-Qasim, dari al-Layts bin Sa’d, dari ‘Uqail, dari az-Zuhri, dari ‘Urwah, dari ‘Aisyah secara Marfu’.
Ibnu al-Jawzi juga mengemukakan hadits ini di dalam kitabnya al-Mawdhuu’aat (III:69), ia berkata, “Tidak SHAHIH, Khalid seorang pembohong. Hadits ini diriwayatkan oleh Ibn Lahii’ah yang mengambilnya dari Khalid lalu menisbatkannya kepada al-Layts.
Imam as-Suyuthi di dalam al-La’aali (II:150) berkata, “al-Hakim dan periwayat lainnya mengatakan, Khalid hanya menyisipkan nama al-Layts dari hadits Ibn Lahii’ah.”
Kemudian as-Suyuthi menyebutkannya dari jalur Ibn Lahii’ah, terkadang ia berkata, “Dari ‘Amr bin Syu’aib, dari ayahnya, dari kakeknya secara marfu’.” Terkadang ia berkata, “Dari Ibn Syihab (az-Zuhri-red), dari Anas secara marfu’.
Ibn Lahii’ah dinilai Dha’if karena hafalannya. Ia juga meriwayatkan dari jalur lain: dikeluarkan oleh Ibn ‘Adi dalam al-Kaamil (I:211); as-Sahmi di dalam Taarikh Jurjaan (53), darinya (Ibn Lahii’ah), dari ‘Uqail, dari Makhul secaa marfu’ dan mursal. Keduanya (Ibn ‘Adi dan as-Sahmi mengeluarkannya dari jalur Marwan, yang berkata, “Aku bertanya kepada al-Layts bin Sa’d – karena au pernah melihatnya tidur setelah ‘Ashar di bulan Ramadhan-, ‘Wahai Abu al-Harits! Kenapa kamu tidur setelah ‘Ashar padahal Ibn Lahii’a telah meriwayatkan hadits seperti itu kepada kita..[Marwan kemudian menyebutkan teks hadits di atas]. Maka al-Layts menjawab, “Aku tidak akan meninggalkan sesuatu yang berguna bagiku hanya karena hadits Ibn Lahii’ah dari ‘Uqail.!”
Kemudian Ibn ‘Ad juga meriwayatkan dari jalur Manshur bin ‘Ammar, ia berkata, ‘Ibn Lahii’ah menceritakan kepada kami’, dari ‘Amr bin Syu’aib, dari ayahnya, dari kakeknya.’
Hadits tersebut juga diriwayatkan oleh Abu Ya’la dan Abu Nu’aim di dalam ath-Thibb an-Nabawi (II:12), dari ‘Amr bin al-Hushain, dari Ibn ‘Ilaatsah, dari al-Awza’i, dari az-Zuhri, dari ‘Urwah, dari ‘Aisyah secara marfu’. ‘Amr bin al-Hushain ini adalah seorang pembohong sebagaimana yang dikatakan al-Khathib dan ulama hadits lainnya. ia periwayat hadits lain tentang keutamaan ‘Adas (sejenis makanan. Kualitas hadits ini adalah palsu. Lihat: silsilah al-Ahaadits adh-Dha’iifah Wa al-Mawdhuu’ah karya Syaikh al-Albani, no.40, Jld.I, hal.114-red)
Komentar Syaikh al-Albani
Saya sangat terpukau dengan jawaban al-Layts tersebut di mana hal itu menunjukkan kefaqihan dan keilmuannya. Tentunya, tidak aneh sebab ia termasuk salah satu dari ulama tokoh kaum Muslimin dan seorang ahli fiqih yang terkenal.
Dan saya tahu persis, banyak syaikh-syaikh saat ini yang enggan untuk tidur setelah ‘Ashar sekali pun mereka membutuhkan hal itu. Jika dikatakan kepadanya bahwa hadits mengenai hal itu adalah Dha’if (lemah), pasti ia langsung menjawab, “Hadits Dha’if boleh diamalkan dalam Fadha’il al-A’maal (amalan-amalan yang memiliki keutamaan).!”
Karena itu, renungkanlah perbedaan antara kefaqihan Salaf (generasi terdahulu) dan keilmuan Khalaf (generasi yang datang setelah mereka dan lebih diidentikkan dengan mereka yang pemahamannya, khususnya dari sisi ‘Aqidah bertolak belakang dengan Salaf, wallahu a’lam-red).
(SUMBER: Silsilah al-Ahaadiits adl-Dla’iifah Wa al-Mawdluu’ah Wa Atsaruha as-Sayyi` Fii al-Ummah karya Syaikh al-Albani, Jld.I, hal.113-114, no.39, dengan sedikit perubahan)
Kualitas Hadits
Hadits ini DHA’IF (LEMAH).
Takhrij Hadits
Hadits ini dikeluarkan oleh Ibnu Hibban di dalam kitabnya adh-Dhu’afaa’ Wa al-Majruuhiin (I:283) melalui jalur Khalid bin al-Qasim, dari al-Layts bin Sa’d, dari ‘Uqail, dari az-Zuhri, dari ‘Urwah, dari ‘Aisyah secara Marfu’.
Ibnu al-Jawzi juga mengemukakan hadits ini di dalam kitabnya al-Mawdhuu’aat (III:69), ia berkata, “Tidak SHAHIH, Khalid seorang pembohong. Hadits ini diriwayatkan oleh Ibn Lahii’ah yang mengambilnya dari Khalid lalu menisbatkannya kepada al-Layts.
Imam as-Suyuthi di dalam al-La’aali (II:150) berkata, “al-Hakim dan periwayat lainnya mengatakan, Khalid hanya menyisipkan nama al-Layts dari hadits Ibn Lahii’ah.”
Kemudian as-Suyuthi menyebutkannya dari jalur Ibn Lahii’ah, terkadang ia berkata, “Dari ‘Amr bin Syu’aib, dari ayahnya, dari kakeknya secara marfu’.” Terkadang ia berkata, “Dari Ibn Syihab (az-Zuhri-red), dari Anas secara marfu’.
Ibn Lahii’ah dinilai Dha’if karena hafalannya. Ia juga meriwayatkan dari jalur lain: dikeluarkan oleh Ibn ‘Adi dalam al-Kaamil (I:211); as-Sahmi di dalam Taarikh Jurjaan (53), darinya (Ibn Lahii’ah), dari ‘Uqail, dari Makhul secaa marfu’ dan mursal. Keduanya (Ibn ‘Adi dan as-Sahmi mengeluarkannya dari jalur Marwan, yang berkata, “Aku bertanya kepada al-Layts bin Sa’d – karena au pernah melihatnya tidur setelah ‘Ashar di bulan Ramadhan-, ‘Wahai Abu al-Harits! Kenapa kamu tidur setelah ‘Ashar padahal Ibn Lahii’a telah meriwayatkan hadits seperti itu kepada kita..[Marwan kemudian menyebutkan teks hadits di atas]. Maka al-Layts menjawab, “Aku tidak akan meninggalkan sesuatu yang berguna bagiku hanya karena hadits Ibn Lahii’ah dari ‘Uqail.!”
Kemudian Ibn ‘Ad juga meriwayatkan dari jalur Manshur bin ‘Ammar, ia berkata, ‘Ibn Lahii’ah menceritakan kepada kami’, dari ‘Amr bin Syu’aib, dari ayahnya, dari kakeknya.’
Hadits tersebut juga diriwayatkan oleh Abu Ya’la dan Abu Nu’aim di dalam ath-Thibb an-Nabawi (II:12), dari ‘Amr bin al-Hushain, dari Ibn ‘Ilaatsah, dari al-Awza’i, dari az-Zuhri, dari ‘Urwah, dari ‘Aisyah secara marfu’. ‘Amr bin al-Hushain ini adalah seorang pembohong sebagaimana yang dikatakan al-Khathib dan ulama hadits lainnya. ia periwayat hadits lain tentang keutamaan ‘Adas (sejenis makanan. Kualitas hadits ini adalah palsu. Lihat: silsilah al-Ahaadits adh-Dha’iifah Wa al-Mawdhuu’ah karya Syaikh al-Albani, no.40, Jld.I, hal.114-red)
Komentar Syaikh al-Albani
Saya sangat terpukau dengan jawaban al-Layts tersebut di mana hal itu menunjukkan kefaqihan dan keilmuannya. Tentunya, tidak aneh sebab ia termasuk salah satu dari ulama tokoh kaum Muslimin dan seorang ahli fiqih yang terkenal.
Dan saya tahu persis, banyak syaikh-syaikh saat ini yang enggan untuk tidur setelah ‘Ashar sekali pun mereka membutuhkan hal itu. Jika dikatakan kepadanya bahwa hadits mengenai hal itu adalah Dha’if (lemah), pasti ia langsung menjawab, “Hadits Dha’if boleh diamalkan dalam Fadha’il al-A’maal (amalan-amalan yang memiliki keutamaan).!”
Karena itu, renungkanlah perbedaan antara kefaqihan Salaf (generasi terdahulu) dan keilmuan Khalaf (generasi yang datang setelah mereka dan lebih diidentikkan dengan mereka yang pemahamannya, khususnya dari sisi ‘Aqidah bertolak belakang dengan Salaf, wallahu a’lam-red).
(SUMBER: Silsilah al-Ahaadiits adl-Dla’iifah Wa al-Mawdluu’ah Wa Atsaruha as-Sayyi` Fii al-Ummah karya Syaikh al-Albani, Jld.I, hal.113-114, no.39, dengan sedikit perubahan)